Hidup = Limited Resource Allocation

(Awalnya mau pakai judul “Hemat Rejeki”, tapi kok terlalu hemat)

Pernah nggak sih kepikiran, sebenernya total rejeki kita itu ada berapa? Kayak kuota internet gitu—apakah unlimited? Atau cuma 16GB per bulan, terus kalau habis ya… lemot, hidup buffering, dan tiap buka dompet muncul notifikasi: “Maaf, saldo rejeki Anda tidak mencukupi.”

Yap, rejeki itu misterius. Kita nggak tahu kuota awal kita berapa, dan yang lebih bikin deg-degan… kita juga nggak tahu sekarang sisa rejeki kita tinggal berapa. Serius. Bisa jadi tadi pagi kita udah pakai 30% jatah hari ini cuma buat ngopi di kafe estetik yang rasanya biasa aja tapi fotonya bagus buat story.

Kadang, Tuhan itu suka ngasih rejeki kayak promo besar-besaran—dadakan, mengejutkan, dan bikin kita bengong. YTTA dan pernah alamin. Tapi kadang juga, Dia kayak lagi iseng: tiba-tiba semua pintu tertutup, saldo ATM jadi museum, dan donat yang biasa diskon jadi terasa mahal.

Nah, kalau dipikir-pikir, bisa jadi nih ya… Tuhan itu udah ngasih kita paket rejeki komplet dari lahir. Total. All-in. Tapi kita nggak dikasih tahu kapan itu habis. Jadi kalau kita hambur-hambur terlalu dini, atau sering dapat durian runtuh, siapa tahu ya… eh, rejekinya udah habis duluan sebelum kita sempat nyicip nikmatnya pensiun sambil main catur di pantai. Asek.

Bayangin aja, kalau rejeki kita ada batasnya, terus kita boros: foya-foya, liburan terus, kerja nggak niat karena “toh duit ngalir sendiri”, terus… Tuhan lihat dari atas sambil mikir: “Ya ampun, ini bocah jatah rejekinya buat 80 tahun dihabisin dalam 28 tahun aja… ya udah, end credits.”

Kaya, Muda, dan…

Berbahaya!

Bukan, bukan itu. Kita semua kenal nama-nama besar yang sukses luar biasa di usia muda. Tapi sayangnya, beberapa dari mereka juga nggak lama menikmati semua itu. Paul Walker, aktor Fast & Furious, wafat di usia 40 saat karier dan popularitasnya masih melesat. Artis dan orang penting dari Indonesia juga banyak yang seperti itu (terlepas memang sudah suratan takdir).

Bukan berarti mereka “habis rejeki”, ya. Tapi kita bisa belajar bahwa rejeki bukan cuma duit, tapi juga waktu, kesehatan, kedamaian hati, bahkan nafas yang sekarang kita hirup sambil baca artikel ini.

Lalu, Perlu Nggak Kita Menghemat Rejeki?
Perlu dong. Bukan pelit, bukan medit, tapi… bijak.

Kalau bisa naik GrabBike, kenapa harus sewa helikopter?

Kalau bisa masak mie instan di rumah, kenapa harus dinner di restoran Jepang yang namanya susah dieja?

Kalau bisa kerja cukup, kenapa harus ngejar semua proyek sampai lupa cara tidur?

Siapa tahu, Tuhan lagi nyimpen kejutan di akhir. Tapi kejutan itu baru muncul kalau kita sabar, hemat, dan nggak ngabisin semuanya di awal game.

Sebagai Penutup: Hidup Bukan Sekedar Jackpot

Hidup bukan soal siapa yang paling cepat dapat semuanya, tapi siapa yang bisa menikmati rejeki secukupnya, sepanjang waktu, dengan hati lapang.

Jadi, kalau hari ini kamu ngerasa belum kaya-kaya amat, belum viral, atau belum punya rumah 5 lantai di Puncak, duit 25 M (seperti ujaran Pak PYAP), tenang… mungkin Tuhan masih ngasih kamu rejeki secara angsur. Pelan-pelan, tapi awet. Kayak cicilan KPR, tapi versi surgawi.

Yuk, belajar hemat rejeki. Siapa tahu napas yang kita tarik sekarang ini… adalah bonus dari Tuhan. Dan seperti kata pepatah: yang hemat, dia yang selamat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *